Friday, June 21, 2013

Pendidikan anak dalam pandangan islam



Pendidikan anak adalah perkara yang sangat penting di dalam Islam. Di dalam Al-Quran kita dapati bagaimana Allah menceritakan petuah-petuah Luqman yang merupakan bentuk pendidikan bagi anak-anaknya. Begitu pula dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kita temui banyak juga bentuk-bentuk pendidikan terhadap anak, baik dari perintah maupun perbuatan beliau mendidik anak secara langsung.
Seorang pendidik, baik orangtua maupun guru hendaknya mengetahui betapa besarnya tanggung-jawab mereka di hadapan Allah ‘azza wa jalla terhadap pendidikan putra-putri islam.
Tentang perkara ini, Allah azza wa jalla berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. (At-Tahrim: 6)
Dan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap di antara kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban”
Untuk itu -tidak bisa tidak-, seorang guru atau orang tua harus tahu apa saja yang harus diajarkan kepada seorang anak serta bagaimana metode yang telah dituntunkan oleh junjungan umat ini, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beberapa tuntunan tersebut antara lain:
1.      Menanamkan Tauhid dan Aqidah yang Benar kepada Anak
Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa tauhid merupakan landasan Islam. Apabila seseorang benar tauhidnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Sebaliknya, tanpa tauhid dia pasti terjatuh ke dalam kesyirikan dan akan menemui kecelakaan di dunia serta kekekalan di dalam adzab neraka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan mengampuni yang lebih ringan daripada itu bagi orang-orang yang Allah kehendaki” (An- Nisa: 48)
Oleh karena itu, di dalam Al-Quran pula Allah kisahkan nasehat Luqman kepada anaknya. Salah satunya berbunyi:
يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar”.(Luqman: 13)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah memberikan contoh penanaman aqidah yang kokoh ini ketika beliau mengajari anak paman beliau, Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang hasan. Ibnu Abbas bercerita,
“Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang Nabi (di atas kendaraan), beliau berkata kepadaku: “Wahai anak, aku akan mengajari engkau beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah. kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan bermanfaat bagimu). Ketahuilah. kalaupun seluruh umat (jin dan manusia)berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai dan mencelakakanmu). Pena telah diangkat, dan telah kering lembaran-lembaran”.
Perkara-perkara yang diajarkan oleh Rasulllah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Ibnu Abbas di atas adalah perkara tauhid.
Termasuk aqidah yang perlu ditanamkan kepada anak sejak dini adalah tentang di mana Allah berada. Ini sangat penting, karena banyak kaum muslimin yang salah dalam perkara ini. Sebagian mengatakan bahwa Allah ada dimana-mana. Sebagian lagi mengatakan bahwa Allah ada di hati kita, dan beragam pendapat lainnya. Padahal dalil-dalil menunjukkan bahwa Allah itu berada di atas arsy, yaitu di atas langit. Dalilnya antara lain,
“Ar-Rahman beristiwa di atas ‘Arsy” (Thaha: 5)
Makna istiwa adalah tinggi dan meninggi sebagaimana di dalam riwayat Al-Bukhari dari tabi’in.
Adapun dari hadits,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada seorang budak wanita, “Dimana Allah?”. Budak tersebut menjawab, “Allah di langit”. Beliau bertanya pula, “Siapa aku?” budak itu menjawab, “Engkau Rasulullah”. Rasulllah kemudian bersabda, “Bebaskan dia, karena sesungguhnya dia adalah wanita mu’minah”. (HR. Muslim dan Abu Daud).
2.      Mengajari Anak untuk Melaksanakan Ibadah
Hendaknya sejak kecil putra-putri kita diajarkan bagaimana beribadah dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mulai dari tata cara bersuci, shalat, puasa serta beragam ibadah lainnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat” (HR. Al-Bukhari).
“Ajarilah anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika mereka berusia sepuluh tahun (bila tidak mau shalat-pen)” (Shahih. Lihat Shahih Shahihil Jami’ karya Al-Albani).
Bila mereka telah bisa menjaga ketertiban dalam shalat, maka ajak pula mereka untuk menghadiri shalat berjama’ah di masjid. Dengan melatih mereka dari dini, insya Allah ketika dewasa, mereka sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut.
3.      Mengajarkan Al-Quran, Hadits serta Doa dan Dzikir yang Ringan kepada Anak-anak
Dimulai dengan surat Al-Fathihah dan surat-surat yang pendek serta doa tahiyat untuk shalat. Dan menyediakan guru khusus bagi mereka yang mengajari tajwid, menghapal Al-Quran serta hadits. Begitu pula dengan doa dan dzikir sehari-hari. Hendaknya mereka mulai menghapalkannya, seperti doa ketika makan, keluar masuk WC dan lain-lain.
4.      Mendidik Anak dengan Berbagai Adab dan Akhlaq yang Mulia
Ajarilah anak dengan berbagai adab Islami seperti makan dengan tangan kanan, mengucapkan basmalah sebelum makan, menjaga kebersihan, mengucapkan salam, dll.
Begitu pula dengan akhlak. Tanamkan kepada mereka akhlaq-akhlaq mulia seperti berkata dan bersikap jujur, berbakti kepada orang tua, dermawan, menghormati yang lebih tua dan sayang kepada yang lebih muda, serta beragam akhlaq lainnya.
5.      Melarang Anak dari Berbagai Perbuatan yang Diharamkan
Hendaknya anak sedini mungkin diperingatkan dari beragam perbuatan yang tidak baik atau bahkan diharamkan, seperti merokok, judi, minum khamr, mencuri, mengambil hak orang lain, zhalim, durhaka kepada orang tua dan segenap perbuatan haram lainnya.
Termasuk ke dalam permasalahan ini adalah musik dan gambar makhluk bernyawa. Banyak orangtua dan guru yang tidak mengetahui keharaman dua perkara ini, sehingga mereka membiarkan anak-anak bermain-main dengannya. Bahkan lebih dari itu –kita berlindung kepada Allah-, sebagian mereka menjadikan dua perkara ini sebagai metode pembelajaran bagi anak, dan memuji-mujinya sebagai cara belajar yang baik!
Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda tentang musik,
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ اَلْحِرَ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
“Sungguh akan ada dari umatku yang menghalalkan zina, sutra, khamr dan al-ma’azif (alat-alat musik)”. (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Abu Daud).
Maknanya: Akan datang dari muslimin kaum-kaum yang meyakini bahwa perzinahan, mengenakan sutra asli (bagi laki-laki, pent.), minum khamar dan musik sebagai perkara yang halal, padahal perkara tersebut adalah haram.
Dan al-ma’azif adalah setiap alat yang bernada dan bersuara teratur seperti kecapi, seruling, drum, gendang, rebana dan yang lainnya. Bahkan lonceng juga, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Lonceng itu serulingnya syaithan”. (HR. Muslim).
Adapun tentang gambar, guru terbaik umat ini (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) telah bersabda,
كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ، يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ
“Seluruh tukang gambar (mahluk hidup) di neraka, maka kelak Allah akan jadikan pada setiap gambar-gambarnya menjadi hidup, kemudian gambar-gambar itu akan mengadzab dia di neraka jahannam”(HR. Muslim).
إِنِّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَاباً عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اَلْمُصَوِّرُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang paling keras siksanya di sisi Allah pada hari kiamat adalah para tukang gambar.” (HR. Muslim).
Oleh karena itu hendaknya kita melarang anak-anak kita dari menggambar mahkluk hidup. Adapun gambar pemandangan, mobil, pesawat dan yang semacamnya maka ini tidaklah mengapa selama tidak ada gambar makhluk hidupnya.
6.      Menanamkan Cinta Jihad serta Keberanian
Bacakanlah kepada mereka kisah-kisah keberanian Nabi dan para sahabatnya dalam peperangan untuk menegakkan Islam agar mereka mengetahui bahwa beliau adalah sosok yang pemberani, dan sahabat-sahabat beliau seperti Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali dan Muawiyah telah membebaskan negeri-negeri.
Tanamkan pula kepada mereka kebencian kepada orang-orang kafir. Tanamkan bahwa kaum muslimin akan membebaskan Al-Quds ketika mereka mau kembali mempelajari Islam dan berjihad di jalan Allah. Mereka akan ditolong dengan seizin Allah.
Didiklah mereka agar berani beramar ma’ruf nahi munkar, dan hendaknya mereka tidaklah takut melainkan hanya kepada Allah. Dan tidak boleh menakut-nakuti mereka dengan cerita-cerita bohong, horor serta menakuti mereka dengan gelap.
7.      Membiasakan Anak dengan Pakaian yang Syar’i
Hendaknya anak-anak dibiasakan menggunakan pakaian sesuai dengan jenis kelaminnya. Anak laki-laki menggunakan pakaian laki-laki dan anak perempuan menggunakan pakaian perempuan. Jauhkan anak-anak dari model-model pakaian barat yang tidak syar’i, bahkan ketat dan menunjukkan aurat.
Tentang hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang meniru sebuah kaum, maka dia termasuk mereka.” (Shahih, HR. Abu Daud)
Untuk anak-anak perempuan, biasakanlah agar mereka mengenakan kerudung penutup kepala sehingga ketika dewasa mereka akan mudah untuk mengenakan jilbab yang syar’i.
Demikianlah beberapa tuntunan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mendidik anak. Hendaknya para orang tua dan pendidik bisa merealisasikannya dalam pendidikan mereka terhadap anak-anak. Dan hendaknya pula mereka ingat, untuk selalu bersabar, menasehati putra-putri Islam dengan lembut dan penuh kasih sayang. Jangan membentak atau mencela mereka, apalagi sampai mengumbar-umbar kesalahan mereka.
Semoga bisa bermanfaat, terutama bagi orangtua dan para pendidik. Wallahu a’lam bishsawab.
Diringkas oleh Abu Umar Al-Bankawy dari kitab Kaifa Nurabbi Auladana karya Syaikh Muhammad Jamil Zainu dan hadits-hadits tentang hukum gambar ditambahkan dari Hukmu Tashwir Dzawatil Arwah karya Syaikh Muqbil bin Hadi.


Pendidikan Anak dalam Pandangan Rasulullah Saw

Dalam kehidupan rumah tangga, salah satu masalah terpenting yang harus diperhatikan secara seksama oleh kedua orangtua adalah masalah pendidikan dan pengajaran ilmu pengetahuan kepada anak-anak. Ayah dan ibu harus membentuk kepribadian dan watak anak-anaknya yang baik dan soleh dan juga menghormatinya. Salah satu bentuk bantuan yang bisa diberikan orangtua untuk mendorong anak-anak mereka menjadi anak-anak yang baik adalah, dengan mempersiapkan lingkungan yang sehat dan mendukung, dimana orangtua menyediakan lahan untuk anak-anak mereka sehingga bisa berkembang mencapai kesempurnaannya.

Haruslah disadari bahwa setiap perilaku dan perkataan kedua orangtua, sekecil apapun itu dapat berpengaruh terhadap anak-anak, dan sekarang ini telah terbukti bahwa seluruh ucapan dan tindakan setiap manusia -kepada bayi sekalipun- dapat berpengaruh bahkan pada segala unsur fisik yang berkenaan dengannya.
A.    Kedudukan anak

Rasulullah Saw dalam menjelaskan kedudukan anak-anak umatnya di dalam lubuk penciptaan bersabda, "Setiap cermin bayi umatku lebih aku cintai ketimbang apa yang dipancarkan matahari kepada mereka".

Di dalam dari setiap manusia tersembunyi benih-benih kebahagiaan, yang jika dipupuk dan dipelihara dengan benar, masing-masing dari mereka akan menjadi pohon kebaikan yang nantinya akan memiliki gerak yang sesuai bagi kesempurnaan manusia. Salah satu dari benih-benih itu adalah memiliki anak yang saleh. Rasulullah Saw bersabda, "Salah satu kebahagiaan manusia adalah memiliki sahabat-sahabat yang saleh dan anak yang baik".

Tidak sedikit hadis-hadis dan riwayat yang senada dengan ini, riwayat-riwayat yang memusatkan perhatiannya kepada lingkungan keluarga, yaitu lingkungan keluarga yang dipenuhi oleh nilai-nilai suci Ilahi dan maknawi. Surga ditumbuhi bunga-bunga yang semerbak harumnya, dan anak yang soleh adalah salah satu dari bunga-bunga itu, ia adalah bunga yang mekar di dalam lingkungan serupa surga yang diciptakan oleh ayah dan ibunya.

Anak -terlepas dari adat istiadat dan kebiasaan yang diserapnya dari masyarakat- adalah cerminan dari budaya, moral, keimanan dan nilai-nilai yang dianut dan terpatri di dalam wujud kedua orangtua dan keluarga. Hal tersebut dikarenakan ayah dan ibu lah yang menumbuhkan benih-benih kesempurnaan wujudnya pada wujud anak-anak mereka. Anak-anak tidak akan tumbuh seperti yang kita inginkan, akan tetapi mereka tumbuh seperti adanya kita sekarang.Sehubungan dengan hal ini Rasulullah Saw bersabda, "Allah Swt menganugerahkan anak kepada manusia dalam kondisi fitrah yang suci, jiwa yang sehat dan berbahagia, dan kedua orangtualah yang menjadikannya celaka dan tersesat layaknya diri mereka sendiri".

Rasulullah Saw memerintahkan kedua orangtua untuk berusaha mendidik anak-anak mereka dan bersabda, "Hormatilah anak-anak kalian dan hiasilah mereka dengan etika yang baik".

Salah satu bentuk penting penghormatan kepada anak-anak dan pendidikan mereka adalah anjuran dan dorongan kepada mereka untuk melakukan shalat dan menjalin hubungan dengan Tuhan. Bentuk yang lain dari etika penting dalam mendidik anak adalah memilih nama yang baik bagi mereka. Nama-nama yang dipakai oleh anggota-anggota keluarga menunjukkan nilai-nilai yang dianut oleh keluarga tersebut, bahkan kita dapat memahami semangat dan kecenderungan yang dimiliki oleh bangsa-bangsa dari nama-nama yang mereka gunakan. Betapa banyak anak-anak yang dikarenakan kesalahan dari orangtua mereka dalam memilih nama dan pendidikan etika yang tidak benar mengalami krisis kepribadian di tengah masyarakat. Nama yang digunakan manusia memiliki peran yang menentukan dalam pendidikan dan garis hidupnya. Rasulullah Saw kepada Ali bin Abi Thalib as bersabda, "Wahai Ali! Hak seorang ayah adalah memberikan nama yang baik kepada anaknya, mendidiknya dengan baik dan menempatkannya pada posisi yang layak di tengah masyarakat."
B.     Pendidikan sebelum pengajaran

Tujuan terpenting agama suci Islam adalah pendidikan dan perbaikan individu-individu masyarakat manusia sehingga masyarakat manusia menjadi bersih dari kotoran-kotoran dan pencemaran-pencemaran ruh dan jiwa. Jelas, bahwa tanpa pendidikan dan perbaikan, pengajaran ilmu pengetahuan dan hikmah kepada manusia bukan saja tidak akan menciptakan sebuah masyarakat ideal (madinah fadhilah), tetapi justru akan menjadi perusak masyarakat itu sendiri. Berkenaan dengan hal ini Imam Khomeini berkata:

"Yang menjadi ancaman bagi dunia bukanlah senjata-senjata, bayonet, roket-roket atau yang sejenisnya.Apa yang sedang menjerumuskan planet ini ke jurang dekadensi adalah penyimpangan akhlak.Jika tidak ada penyimpangan-penyimpangan akhlak, tidak ada satupun dari senjata-senjata ini yang membahayakan manusia. Apa yang sedang menarik manusia dan negara-negara ke jurang kehancuran dan dekadensi adalah kemerosotan-kemerosotan yang ada pada para pemimpin negara-negara yang sedang berkuasa atas pemerintahan-pemerintahan ini, mereka sedang menciptakan kemerosotan akhlak, mereka sedang menggiring seluruh umat manusia ke arah jurang kemerosotan dan dekadensi."

Rasulullah Saw dengan meletakkan program penyucian, perbaikan dan pendidikan manusia dalam agenda kerjanya, dalam waktu yang tidak lama dan dengan tidak dimilikinya fasilitas-fasilitas pendidikan dan pengajaran seperti yang kita miliki di zaman ini, mampu menyumbangkan pribadi-pribadi teladan seperti Ali as dan Fathimah kepada masyarakat manusia.Sehubungan dengan ini Ali as berkata:

"Sesungguhnya kalian tahu kedudukan dan posisiku di sisi Rasulullah Saw.Aku dibesarkan beliau di pangkuannya, dan meletakkan aku di dada mulianya sehingga tercium olehku bau harum tubuhnya, beliau menyuapi aku makanan dan beliau tidak pernah sekalipun mendapati aku berbohong dalam perkataan, dan salah dalam perbuatan.

Aku selalu bersama Rasulullah Saw layaknya anak di sisi ibunya, setiap hari beliau menancapkan panji-panji kemuliaan akhlak di dalam wujudku dan memerintahkan aku supaya mengikutinya."

Dengan menghabiskan anggaran yang luar biasa besar untuk sistem pendidikan, masyarakat manusia sampai saat ini masih belum mampu menyumbangkan kepada dunia, pribadi-pribadi seperti Imam Ali as dan para maksum (manusia suci) lain yang terdidik di sekolah Rasulullah Saw yang menjamin kesempurnaan jiwa manusia.

Akan tetapi jangan dibayangkan bahwa tercapainya kesempurnaan bagi selain manusia maksum adalah sesuatu yang tidak mungkin, karena setiap manusia sesuai dengan kadar usaha dan kerja kerasnya dengan cara mengais sedikit demi sedikit ilmu dari sumber yang menjamin kesempurnaannya, dapat mencapai kesempurnaan yang sesuai dengan diri dan usahanya secara baik. Tidak diragukan bahwa orang-orang besar adalah orang-orang yang dididik di dalam keluarga-keluarga yang di sana tercium bau harum tarbiah Rasulullah Saw, tarbiah yang menjamin bagi tercapainya kesempurnaan manusia.

C.    Kasih sayang kepada anak-anak

Selama masa hidupnya, anak-anak kita harus merasakan rasa kasih sayang semaksimal mungkin, karena Raulullah Saw dengan teladan dan tindakannya serta dengan petunjuk-petunjuknya yang terang memerintahkan umat beliau untuk melakukannya:
Rasulullah Saw di pagi hari mengelus kepala anak-anaknya dengan tangannya yang mulia. Dinukil dalam sebuah riwayat, "Suatu hari Rasulullah Saw dengan cepat menyelesaikan shalat jamaahnya dan orang-orang yang hadir pada waktu itu bertanya alasannya.Beliau bersabda,"Apakah kamu tidak mendengar suara tangis anak kecil?" Betapa Nabi Muhammad Saw dengan kedudukannya yang tinggi menghadapi setiap masalah dengan ketelitian.

Dan dalam riwayat yang lain disebutkan, "Allah Swt akan mencatat setiap ciuman ayah dan ibu terhadap anaknya sebagai kebaikan dan barangsiapa yang menggembirakan anaknya Allah Swt kelak di Hari Kiamat akan memakaikan untuknya baju yang karena cahaya baju itu, muka-muka penduduk surga akan bersinar."

Di antara perkara penting yang patut diperhatikan dalam dalam menunjukkan cinta dan kasih sayang kepada anak-anak, ialah menepati janji yang diberikan oleh kedua orangtua kepada anak-anaknya. Rasulullah Saw berkenaan dengan hal ini bersabda, "Cintailah anak-anak, berkasih sayanglah dengan mereka dan setiap kali kalian berjanji kepada mereka, tepatilah janji kalian itu.Karena anak-anak beranggapan bahwa mereka menerima rezeki dari tangan kalian".

Masalah lain yang menyulitkan bagi keluarga adalah tidak sejalannya orangtua dalam berprilaku terhadap anak-anak dan kurangnya perhatian kepada tuntutan seusia mereka, Rasulullah Saw bersabda, "barangsiapa yang memiliki anak, berperilakulah kepadanya layaknya seorang anak".
D.    Anak-anak yang bermasyarakat

Dalam agama Islam sebagai madrasah yang menjamin kesempurnaan manusia, cara hidup seperti biarawan (menyendiri) dan anti sosial dilarang untuk dilakukan. Rasulullah Saw bersabda, "Manusia adalah makhluk sosial dan agama suci Islam menekankan dan mendorong manusia untuk bermasyarakat."

Salah satu tugas terpenting orangtua dan juga lembaga kebudayaan dan pendidikan adalah meletakkan pondasi akhlak dan pendidikan Islam terhadap masyarakat dalam berperilaku dengan sesama. Menurut Islam titik awal interaksi ini tidak lain adalah mengangkat dan menebar nilai-nilai perdamaian dan kerukunan, dan ini terlihat dari perilaku saling mengucapkan salam kepada sesama. Guna membangun pondasi nilai-nilai agung ini dalam tubuh masyarakat, Rasulullah Saw bersabda, "Selama aku masih hidup aku tidak akan meninggalkan untuk selalu memberikan salam kepada anak-anak sehingga itu menjadi karakter dalam masyarakat dalam bentuk sunah (tradisi)".


Sumber :